Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2018

KAMI MASIH TEGAR

KAMI MASIH TEGAR Karya: Geisha ( puisi untuk gempa Lombok) Tak lagi ratap kami bergema Seperti sudah terbiasa kala bumi Lombok kembali berguncang Tiada lagi rasa yang tersisa Hanya ketegaran yang masih mendiami jiwa ini Untuk Lombok yang tercinta Kami tetap disini Berdiri dipuing-puing reruntuhan Tegap tanpa bergetar sedikit pun Kami masih tegar Kami masih kuat Kami cinta bumi Lombok Walau wajahmu porak poranda Kami siap membangun kembali bumi Lombok Bukti cinta kami pada tanah kelahiran Setia sampai hayat dikandung badan Sampai Tuhan menjemput pulang Yogyakarta, 20 08 18

ASA YANG TERSISA

ASA YANG TERSISA Karya: Geisha ( puisi ini untuk Lombok yang terkena gempa susulan tgl 19 08 18) Termenung direruntuhan puing asa Apa yang dapat dilakukan dengan sisa-sisa ini Bergetar seluruh raga menyaksikan gempa susulan yang dahsyat Tak sanggup menengadahkan wajah Tuhan... Haruskah kami menyalahkan-Mu ? Derita ini atas kehendak-Mukah? Sebegitu besarkah amarah-Mu terhadap kami ? Kami yang Kau bentuk dengan kasih sayang dan cinta Ibu yang menjadi rahim kami telah terkubur puing-puing Meraung pun diri ini tak sanggup lagi Hanya puing-puing asa yang kami punya Kami tidak mau terpuruk oleh murka ini Alam yang sedang berang bersahabatlah Berhentilah menganiaya kami Sudahlah cukuplah saudara-saudara kami menjadi korban Tiada lagi yang tersisa Semua tinggal kenangan pilu Kami tetap kuat Kami tetap bangkit Untuk bumi Lombok Yogyakarta, 19 08 18

PUISI BHAYANGKARI

AKU RELA Karya : Geisha Sebuah komitmen yang harus terjaga Bukan sekedar terucap Kesetiaan dan kerelaan Menjadi sahabat setia Di benteng sunyi engkau bernaung Mengabdikan diri pada NKRI Tanpa ragu ataupun cemas Apalagi memikirkan keselamatan nyawa Aku rela membiarkanmu pergi Aku rela menanti dalam ketidak pastian Apakah dirimu yang utuh kembali Atau tinggal nama yang abadi Anak-anak selalu bertanya tentang ayahnya Aku rela menahan pilunya hati ini Menjadi ayah dan ibu bagi mereka Harapan selalu terucap dalam doa Dibatas penghujung jalan Dimana aku mengantarkan kepergianmu Sering aku berdiri menanti dirimu kembali Sampai malam kembali menjemput Yogyakarta, 04 Juli 2018

PUISI PUASA

PUASA TERAKHIR Karya : Geisha Semangat tak pernah purnah Hingga kini jelang hari terakhir Kyusuk doadoa terucap tiada henti Agar ridho diberi sampai tuntas Amanah suci terkandung di badan Niat merangkak dalam kalbu Hari demi hari terlewati dengan sempurna Tiada henti ucap syukur termantra Jiwaku dahaga Kerontang membelah kesejukan Puasa terakhir damaikan segala hasrat Teduhkan niat selama perjalanan Ramadhan Beduk bertalu serukan kemenangan Lantunan salawat puja puji Berkumandang keseluruh jagad  raya Menyudahi puasa terakhir, menyambut langkah baru Yogyakarta, 140618

PUISI KEMERDEKAAN

KEMERDEKAAN Karya : Geisha Bebas dari penjajahan Itulah merdeka saat itu Tiada lagi kerj rodi Semua tanpa ikatan Benarkah ? 17 Agustus 1945 Hari tuntasnya perjuangan Semua tangan teracung sambil mengepal Pekik Merdeka berkumandang Zaman terus bergulir Merdeka tinggal menjadi simbol Setiap tahun dirayakan dengan berbagai kegiatan Ditutup dengan upacara Banyak yang mengeluh dengan kemerdekaan zaman ini Rasa terbelenggu merasuk jiwa Bukan lagi menghadapi medan pertempuran yang mempertaruhkan jiwa raga Tapi melawan oknum tikus-tikus berdasi Begitu sulit dibasmi Hingga kemerdekaan yang tak merdeka terus menghantui Merusak masa depan anak bangsa Bangkitlah dan teruslah berjuang Merdeka ! Watu Lumbung, 17 07 2018

PUISI KEMERDEKAAN

TITIK BALIK KEMERDEKAAN Karya : Geisha Ditengah gemuruh deru perjuangan Mayat-mayat bergelimpangan Bau amis menyengat Darah, darah, darah, berceceran dimana-mana Kelam, sepi, menegangkan Tiada lagi daya untuk berjuang Telah dipertaruhkan seluruh jiwa raga Untuk meraih kemerdekaan Ditengah heningnya suasana Seruan kemerdekaan dikumandangkan Proklamasi diberitakan keseluruh penjuru dunia Indonesia telah merdeka Detik-detik mencekam telah usai Rakyat bersorak gempita Menyambut hari kemerdekaan 17 Agustus 1945 Tujuh puluh tiga tahun kini usiamu Tetap berjuang mempertahankan kemerdekaan Walau banyak cobaan menerpa Proklamasi tetap berkumandang Watulumbung, 18 07 18

PUISI SANG PROKLAMATOR

SANG PROKLAMATOR Karya : Geisha Gagah dan tampan Bersahaja nan rupawan Kutuliskan ini dengan hati suci Semurni perjuanganmu menyatukan rantai cinta khatulistiwa Bersuara lantang menyerukan kemerdekaan Mengoyakkan tirai belenggu Membebaskan jiwa yang terpasung Pengabdian abadi tiada batas Sang Proklamator bangsa Berdiri kokoh dan tegar Tangan teracung sambil mengepal Mengalirkan jiwa patriotisme Dibawa komando Sang Proklamator Bangsa ini menjadi berkarisma Disegani dan dikagumi oleh dunia Menjadikan Indonesia bangsa yang besar Dipusaramu kutabur melati putih Lantunan doa mengalir bagai baktimu tanpa batas Beristirahatlah dalam bumi pertiwi Terimakasih untuk bakti dan jasamu Sang Proklamator Sang Putra Fajar Sang Guru Besar Sang Maha Karya Watulumbung, 17 07 18

PUISI MALAM

AKU DAN MALAM Karya : Geisha Di hutan yang sunyi ini Kuterdiam menyepi Menatap langit yang berbintang Diterangi cahaya bulan sabit Perlahan suara jangkrik  mengalun Menghibur diriku dalam kesunyian Entah apa yang aku rasakan kini Hanya sepi merasuk jiwa Malam yang kunanti Hanya ingin mengerti dirimu Dalam alam dan hembusan angin Ingin kulalui bersama dalam sepi Beralas tikar kuterlentang Menikmati malam yang syahdu Dengan tatapan kosong Pikiran pun kosong Yogyakarta, 23 07 18

PUISI PURNAMA

PURNAMA KEDUA Karya : Geisha Engkau kembali berkunjung Aku tak siap didatangi Gundah gulana hati ini Saat menanti kembalimu banyak yang terjadi Samar kumemandang keindahanmu Elok nan rupawan wajahmu Cahayamu yang sempurna Tak mampu jua menghibur diriku Kutetap menatapmu Sangat indah nan menawan Menggodaku dengan cahaya kasih Menerangi gulita malamku Perlahan engkau beranjak Menghilang dibalik awan Kutunggu dirimu kembali Menjengukku dalam kerinduan Yogyakarta, 27 07 18

PUISI PERJUANGAN

CATATAN SEJARAH Karya : Geisha Aku bambu yang tak berdaya Ketika ujung dari ruasku di tebas Menjadi runcing dan tajam Sangat menakutkan bagi meneer Tubuhku yang mungil Umur yang belum dewasa Harus menjadi prajurit Bertarung jiwa dan raga Tak pernah tidur dikasur empuk Memakai baju bagus Alam jadi rumahku Tumbuhan liar jadi makananku Bambu runcing sahabat sejati Menjadi simbol kekuatan pada jaman itu Melawan mener-mener yang bersenjata Tetap tegar untuk NKRI Entah, aku dimakamkan jika tewas di medan pertempuran Atau tubuhku dicabik-cabik burung gagak Itu tak penting ! Bagiku, berjuang dan berjuang tanpa lelah Kini Merah Putih  telah berkibar Menari riang di angkasa Tanpa tau berapa nyawa yang telah menjadi korban Atau darah yang tercurah Aku bangga menjadi pejuang bambu runcing Yogyakarta, 01 08 18

PUISI MERAH PUTIH

AKU MERAH DAN PUTIH Karya : Geisha Bahkan sejak dari dalam kandungan ibuku Aku telah mengenal merah dan putih Tiada letih ibu bercerita tentangmu Hingga lahirpun masih terngiang cerita itu Walau aku belum pandai berbicara Mataku telah melihat dengan jelas Merah Putih tertancap dimana-mana Indah sekali melambai kepadaku Saat memasuki usia sekolah Merah Putih juga ada Tertancap ditiang yang tinggi sekali Sampai aku sulit untuk melihatnya Dan itu ditengah halaman sekolah Tiap hari senin kami upacara bendera Hormaaatt grak...! Aku berpikir kenapa hanya tiap hari senin menghormatimu Jika aku memberi hormat tiap hari, nanti aku dikira gila Ah, Merah dan Putih Sepanjang usia aku kan menghormatimu Bagai veteran yang telah usang dimakan usia Tetap memberi hormat walau tertatih Selamat ulang tahun RI ke- 73 Yogakarta, 01 08 18

PUISI SECANGKIR KOPI

TENTANG SECANGKIR KOPI DAN SEBATANG ROKOK Karya : Geisha Sekawan yang setia Menemani di pagi hari Mentari belum lagi tersenyum Menyapa hari Secangkir kopi terhidang Asap mengepul dari mulutnya yang bundar Panas dan kental Hitam manis Sebatang rokok tersulut Asap mengepul dari bibir seksi Menari di angkasa Lalu lenyap ditiup angin Secangkir kopi dan sebatang rokok Bagai dupa harum mewangi Memantrai bagi setiap insan Pecandu-pecandu nikmat larut dalam godaannya Yogyakarta, 08 08 18

PUISI MERAH PUTIH

MERAH PUTIH RAKSASA Karya : Geisha ( Bendera di Kibarkan tgl 13 Agustus 2018) di Puncak Buchu, Goesita Gunung Api Purba, Nglanggeran Gunungkidul DIY) Engkau hanya menggotong Berjalan tanpa berlari Hanya peluh yang menetes Kakipun tak lecet Tahukah engkau wahai insani Berapa nyawa telah gugur ? Darah yang mengalir dari nadi  Untuk Merah Putih  terus terkibar Baik perbuatanmu Wahai pemuda negeri Cinta Tanah Air pada Merah Putih tiada pupus Penghormatan suci bagi pahlawan yang purna Kibarkanlah Merah Putih raksasa itu tanpa gentar Selimuti bumi pertiwi  dengan  jiwa nasionalismu Berani dan suci  menggetarkan hasrat yang ingin Menggapai negeri bagi persatuan Jayalah Indonesia di 73 Tahun Yogyakarta, 10 08 18

PUISI GEMPA LOMBOK

GEMPA SUSULAN LOMBOK Karya : Geisha Belum lagi jiwa ini tenang Perasaan yang masih gundah Puing-puing reruntuhan belum tertata Tanah kuburan masih basah Jeritan kembali menggema Bumi Lombok berguncang Seperti sedang mabuk berlarian sempoyongan Hanya untuk mencari tempat berteduh Kuasa Ilahi memenuhi bumi Memberi isyarat akan kehidupan Alam merespon tanpa bisa menolak Kembalilah...pulanglah... Berbenah diri akan apa yang terjadi Ridhomu Tuhan selalu kami nanti Biarkanlah kami selalu bersyukur Atas semua nikmat ini Yogyakarta, 05 08 18

PUISI GEMPA LOMBOK

LOMBOK DAN MERAH PUTIH Karya : Geisha (Puisi ini terinspirasi dari sahabat2 di Lombok, walau porak poranda Merah Putih tetap berkibar) Zaman yang bergejolak tanpa ingin Alam pun tak dapat membendung rasa Salah siapakah semua ini ? Walau hasrat menggebu mencari tahu Tertatih langkah memapah tiang Bergetar jemari mengais hasrat Mengusung Merah Putih berkibar Tanpa ragu menyapa bumi Lombok Porak poranda bukan rintangan Gempa berguncang bangkitkan jiwa patriot Impian mula sambut hari merdeka pupus Dan mimpi terkubur reruntuhan puing Merah Putih meraja di Lombok Mungkin sudah saatnya berusai mengeja Pada kemauan yang terurai Mengakhiri langkah yang menggebu Menghimpun doa pada ladang jiwa Untuk korban yang tak berdosa Mati bukan untuk merebut Merah Putih Takdir hidup menjemput raga Penghormatan suci untuk korban bencana Merah Putih masih berkibar di bumi Lombok Janji setia walau mimpi telah terkubur Hasrat kan terus bergema hingga akhir hayat Yogyakarta,